Tahukah kamu, bahwa hingga kini Indonesia masih terus mengimport bahan baku obat dari luar negeri? Angkanya bahkan cukup fantastis, yakni mencapai 90%. Dimana 70% diantaranya berasal dari China, 20% dari India, dan sisanya berasal dari Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa. Dibandingkan 4-5 tahun lalu, angka ini sejatinya telah mengalami banyak penurunan. Karena semula BBO (Bahan baku obat) yang di import Indonesia sempat menyentuh angka 95%. Presentase yang akhirnya membuat pemerintah melalui kemenkes mengambil langkah konkret dengan memberikan fasilitasi change source. Yakni mengganti bahan baku import dengan bahan baku yang diproduksi didalam negeri. Sesuai dengan amanat Inpres Nomor 2 Tahun 2022.
Mahalnya Obat Non Generik di Indonesia
Sayangnya, langkah inipun ternyata belum mampu mengurangi kecanduan import kita pada asing. Khususnya untuk urusan bahan baku obat. Meski sejak lama, banyak pihak termasuk para ahli farmasi yang tergabung dalam ikatan apoteker dan persatuan ahli farmasi indonesia seperti pafikabmuaraenim.org telah mendorong pemerintah untuk tidak lagi mengimport bahan baku obat dari luar negeri.
Hingga puncaknya, pada tanggal 2 Juli 2024 lalu Presiden Joko Widodo akhirnya kembali mengumpulkan para menterinya untuk secara khusus membahas tentang hal ini. Turut hadir diantaranya Menkes Budi Gunadi Sadikin, Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Jokowi ingin, harga obat di Indonesia bisa semurah harga obat dinegara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Sehingga masyarakat tidak perlu lagi berobat ke luar negeri.
Menanggapi hal ini, Elfiano Rizaldi dari GPFI menyatakan bahwa obat-obatan yang dimaksudkan presiden disini adalah obat-obatan non generik. Menurutnya, untuk obat generik sendiri Indonesia telah menjualnya lebih murah dari negara tetangga. Yakni obat-obatan yang umumnya diberikan kepada para pengguna kartu BPJS saat berobat. Sementara obat-obatan non generik yang umumnya digolongkan sebagai obat paten biasanya diberikan pada mereka yang berobat dengan biaya sendiri atau menggunakan asuransi swasta. Pihaknya pun menyambut baik instruksi ini. Karena banyak perusahaan farmasi lokal seperti PT. Kimia Farma Sungwun Pharmacopia yang juga telah mulai mengganti bahan baku obatnya dengan bahan baku obat yang berasal dari dalam negeri.
Sebagai informasi, harga obat non generik kita saat ini memang 3-5 kali lebih mahal dari pada harga obat yang sama di negara tetangga. Dan penyebabnya tak lain adalah karena masih tingginya penggunaan bahan baku obat yang kita import dari luar negeri khususnya dari China dan India. Dari data yang dirangkum oleh pafikabmuaraenim.org, Indonesia mengonsumsi sekitar 3-6 % dari total produksi bahan baku obat dunia. Atau hampir setara dengan konsumsi BBO negara AS. Padahal India sendiri masih mengimport sekitar 68% bahan farmasi aktifnya (active pharmaceutical ingredients/API) dari China. Dan China sendiri mau tidak mau masih harus mengimport bahan farmasi aktifnya dari AS. Khususnya untuk produk-produk obat yang memiliki paten. Maka bisa disimpulkan, mengapa sesampainya di Indonesia harga obat non generik bisa menjadi cukup mahal. Karena faktanya, belum ada satu negarapun yang mampu memproduksi 100% bahan baku obatnya sendiri. Dan masing-masing negara termasuk para produsen BBO pun masih saling bergantung satu sama lain dalam level yang berbeda.
Lantas, dapatkan Indonesia memanfaatkan momentum ini untuk bangkit dan menjadi pemasok BBO terbesar di dunia?
Jika mau serius, Indonesia sejatinya dapat menjadi pemasok besar bahan baku obat dunia. Sebab dimata dunia Indonesia juga dikenal sebagai negara No. 2 dengan tingkat keanekaragaman hayati atau biodiversitas terbesar di dunia. Ada banyak tanaman herbal dan bahan baku obat yang tersedia di alam nusantara. Masalahnya, seperti yang juga diungkap oleh menteri kesehatan kita, koordinasi antara lembaga juga menjadi hal lain yang mesti dibereskan lebih dulu. Sebab peningkatan produksi bahan baku obat dalam negeri juga mesti dibarengi dengan kemudahan birokrasi perizinan bagi perusahaan yang akan memproduksinya. Sehingga, Indonesia dapat lebih cepat mencapai kemandirian farmasi. Dan tidak lagi terlalu bergantung pada negara lain. Sehingga masyarakat yang selama ini membayar secara mandiripun dapat menikmati harga obat yang terjangkau tanpa perlu jauh-jauh pergi keluar negeri untuk berobat.
Comments