Inilah, Berbagai Dampak Positif dan Negatif Media Sosial Bagi Perkembangan Anak


Dari data terakhir yang dirilis oleh We Are Social x Hootsuite di bulan oktober tahun 2022 lalu. Indonesia menjadi negara ketiga dengan jumlah audience Facebook Ads terbesar di dunia. Yakni mencapai 127 juta jangkauan. Atau sekitar 58.9% dari total populasi yang telah berusia diatas 13 tahun. Artinya, ada minimal 127 juta pengguna aktif media sosial facebook di Indonesia. Jumlah yang hampir sama, juga didapati pada media sosial YouTube. Lagi-lagi, Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara dengan jangkauan iklan YouTube terbesar di dunia. Angkanya bahkan mencapai 139 juta jangkauan. Atau seitar 55.3% dari total populasi penduduk yang telah berusia diatas 18 tahun. Dari sini kita tahu, bahwa lebih dari separuh penduduk di negara kita sudah terhubung atau memiliki akses internet. Hal yang cukup fantastis, mengingat Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. 


Masalahnya, hal ini kerap kali tidak barengi dengan pemahaman yang cukup tentang bagaimana menggunakan internet atau dalam hal ini media sosial secara sehat. Alhasil, banyak kasus cyberbullying hingga ujaran kebencian yang justru memenuhi timeline media sosial kita hari-hari ini. Bahkan tak sedikit pula kasus mental illness yang terjadi akibat penggunaan media sosial yang berlebih pada anak dan remaja. Tentu, hal ini jauh diluar tujuan awal mengapa platform ini dibuat. Sebab meskipun, masing-masing platform tersebut sudah memberikan batasan usia untuk penggunanya. Nyatanya hal ini bisa dengan mudah dimanipulasi dengan mengubah tanggal lahir. Maka sebagai orang tua, satu-satunya hal terbaik yang bisa kita lakukan agar anak terhindar dari berbagai dampak negatif media sosial adalah dengan terus memberikan edukasi yang cukup tentang hal-hal apa saya yang pantas atau tidak pantas untuk mereka posting dan lihat di media sosial. Dengan begitu, anak akan mulai belajar untuk memilah konten apa saja yang ingin mereka lihat dan bagikan di akun media sosial mereka. 


10 dampak negatif media sosial bagi anak




Nah, moms setidaknya ada 10 dampak negatif media sosial yang mengintai anak-anak kita, yakni:


1. Kecanduan atau adiksi


Berbagai studi menunjukkan kaitan antara penggunaan media sosial berlebih dengan adiksi yang mungkin dialami oleh penggunanya. Hal ini dapat terlihat dari perubahan perilaku yang mulai ditunjukkan oleh orang tersebut. Seperti mulai gelisah atau cemas saat harus menaruh gadget dan meninggalkan media sosial, meski hanya untuk beberapa saat lamanya. Mereka yang mulai kencanduan media sosial, juga amat mungkin mengabaikan kehidupan pribadinya serta rutinitas kesehariannya karena merasa “lebih asik” berada di “dunia mereka”. 


2. Menurunnya kemampuan sosial


Ironis memang, bukannya meningkatkan kemampuan sosial, media sosial justru kerap kali membuat seseorang kehilangan kemampuan sosialnya. Berapa banyak diantara kita yang justru asik dengan gadget kita masing-masing saat tengah berkumpul bersama anggota keluarga yang lain?  Atau berapa banyak diantara kita yang merasa begitu akrab dengan seseorang yang kita kenal di media sosial, namun hanya sekedar “say hi!” saat bertemu secara langsung? Yap, terlalu sering berkomunikasi lewat media sosial ternyata justru berdampak buruk saat kita harus berkomunikasi secara langsung dengan orang lain.


3. Mengalami gangguan sulit tidur


Sebuah studi menunjukkan bahwa orang-orang yang cukup sering membuka media sosial jauh lebih rentan mengalami gangguan sulit tidur ketimbang mereka yang jarang menggunakannya. Hal ini karena saat asik scrolling mata akan terus fokus pada layar gadget. Alhasil, bukannya mengantuk mata kita justru menjadi makin terang. Jika sudah begini, tak hanya kuantitas tidur kita saja yang akan terganggu. Melainkan aktivitas kita dihari yang baru juga akan turut terganggu gara-gara kurang tidur. 


4. Ancaman Cyberbullying


Tak hanya didunia nyata, bullying dapat pula terjadi di media sosial. Baik melalui teks maupun media yang dikirimkan. Pemicunya bisa bermacam-macam, mulai dari komentar negatif yang berujung pada perdebatan. Hingga isu tertentu yang memicu pro dan kontra. Mirisnya, anak tidak hanya terancam mengalami Cyberbullying, melainkan dapat pula menjadi pelaku dari Cyberbullying itu sendiri. Minimnya pengetahuan anak akan risiko hukum yang mungkin harus mereka hadapi. Membuat anak menganggap hal itu sebagai sebuah candaan. Dibutuhkan peran serta dari orang tua untuk memberikan pemahaman pada anak bahwa hal itu tidak sepantasnya mereka lakukan atau mereka terima. 


5. Bocornya data pribadi


Ketidaktahuan anak terhadap pentingnya data pribadi, membuat ia bisa dengan mudahnya membagikan berbagai data pribadinya di media sosial. Misalnya, membagikan foto kartu pelajar yang didapatnya dari sekolah, mencatumkan nomer hpnya, hingga memberikan data yang jauh lebih spesifik seperti alamat rumahnya. Tentu hal ini dapat memicu penyalahgunaan data yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Untuk itulah, penting bagi para orang tua untuk terus mengingatkan anak agar tidak membagikan sesuatu yang bersifat pribadi di media sosialnya. 


6. Menjadi pribadi yang FOMO


FOMO atau fear of missing out merupakan istilah yang kerap disematkan pada orang-orang yang takut ketinggalan berita terbaru, tren terkini, hingga hal-hal yang tengah viral di media sosial. Hal ini membuatnya terus memeriksa notifikasi dari media sosial hingga lupa untuk melakukan hal yang lain. 


7. Dapat membahayakan diri sendiri


Likes atau emoticon love menandakan bahwa apa yang kamu bagikan disukai oleh orang lain. Dan semakin banyak reaction yang kamu terima. Maka semakin besar pula kepercayaan dirimu untuk terus membagikannya. Masalahnya, hal ini dapat membuatmu gila “like” atau reaction. Maka ketika postinganmu hanya mendapatkan sedikit like. Kamu akan berusaha membuat konten yang “berbeda” hanya untuk mendapatkan banyak like dari pengguna lain. Tentu adalah hal yang sehat untuk terus berkreasi. Namun menjadi tidak sehat, saat kamu merasa harus melakukan hal-hal yang ekstrem atau berbahaya untuk mendapatkan semua itu. Misalnya menghadang truk yang sedang melintas, membuat konten di landasan pacu pesawat, atau membakar petasan berukuran raksasa. 


8. Merasa minder atau rendah diri


Nyatanya, tak semua orang memiliki kehidupan seindah yang terlihat di media sosial. Ada banyak hal lain yang enggan untuk mereka perlihatkan. Itu mengapa, media sosial kerap dianggap penuh dengan konten tipu-tipu atau kepalsuan. Maka alih-alih minder atau rendah diri karena melihat konten-konten semacam itu. Cobalah untuk lebih mensyukuri apa yang sudah kamu miliki yang mungkin tidak dimiliki oleh orang lain (termasuk mereka yang kamu follow). Misalnya kebersamaanmu dengan keluarga atau hal-hal kecil yang kadangkala luput dari perhatian. 


9. Berisiko terpapar pornografi


Semakin sering anak membuka media sosial, maka semakin besar pula kemungkinan anak menjumpai konten-konten yang tidak semestinya. Tentu anak belum dapat mem-filter hal-hal semacam ini. Maka dibutuhkan peran serta orang tua untuk mengedukasi anak agar segera me-report atau melaporkan konten-konten semacam itu. Agar konten serupa tidak kembali muncul diberanda mereka.


10. Terpapar berita hoax


Di usianya, anak juga belum dapat memilah mana informasi yang betul-betul valid dan mana yang hanya hoax atau rekayasa belaka. Beruntung jika anak hanya melewatkannya begitu saja. Namun apa jadinya jika anak turut membagikan berita hoax tersebut karena turut meyakininya sebagai sebuah kebenaran? Tak hanya mindset salah pada diri anak yang akan terbentuk, lebih jauh ia juga berisiko terjerat kasus hukum. 


5 dampak positif media sosial bagi anak



Meski begitu, tak selamanya media sosial berdampak buruk bagi anak. Ada berbagai dampak positif yang bisa didapat anak jika ia mempergunakan media sosialnya dengan cukup bijak, seperti:


  1. Media sosial memungkinkan anak untuk mengembangkan kemampuan bahasa asingnya. Yap, anak dapat saja berteman/berinteraksi dengan anak lain yang sebaya dengannya. Meski diantara mereka terbentang jarak ribuan kilometer. 
  2. Memungkinkan anak untuk tergabung dalam sebuah wadah atau komunitas yang disukainya. Misalnya komunitas musik atau olahraga.
  3. Membuka wawasan anak terhadap dunia luar.
  4. Membuat anak lebih kreatif, bahkan mampu menghasilkan uang diusianya yang masih cukup muda dengan mempelajari cara menjadi content creator. 
  5. Membuat anak lebih mudah mempelajari hal-hal baru yang ingin diketahuinya. 

Lagi-lagi, dibutuhkan peran serta orang tua untuk terus mengedukasi anak dan mengajarinya tentang internet sehat. Karena sebagai orang tua, kita tidak mungkin dapat mengawasi anak selama 24 jam dalam sehari. Kita hanya dapat memberikan edukasi serta mengingatkan anak agar tidak menggunakan gadget secara terus-menerus. Dan yang terpenting, berikan contoh yang baik bagaimana kita sendiri menggunakan media sosial. Usahakan untuk mengurangi pemakaian gadget didalam rumah. Agar anak pun melihat dan menirunya. 


Related Posts

Load comments

Comments