Tahukah kamu, bahwa menurut data yang dirilis Kemenkes beberapa tahun silam (tepatnya pada tahun 2018) 98% remaja di Indonesia telah terpapar pornografi? Angka yang bisa saja telah mengalami peningkatan selama musim pandemi kemarin. Karena selama hampir 2 tahun, mereka jauh lebih akrab dengan gadget dan akses internet ketimbang teman-teman mereka disekolah.
Dalam konteks kesehatan, menonton/mengkonsumsi konten pornografi sejatinya bukanlah sebuah masalah/gangguan kesehatan yang cukup serius. Namun jangan lupa, anak biasanya memiliki kecenderungan untuk mencari tahu hal baru yang dilihatnya. Termasuk pornografi. Jika sudah begitu, anak bisa dikatakan telah selangkah lebih dekat dengan ancaman adiksi alias kecanduan pornografi. Dimana lagi-lagi, kecanduan pornografi pun hingga kini belum secara resmi disebut sebagai “mental illness”. Itu mengapa, pada orang dewasa, kecanduan pornografi lebih sering dikaitkan dengan gangguan hiperseks.
Padahal sejatinya, kecanduan pornografi juga dapat memberikan dampak yang sama buruknya dengan kecanduan narkoba atau minuman keras.
Ciri-ciri anak kecanduan pornografi
Lantas bagaimana cara mengetahui bahwa seorang anak telah kencaduan pornografi? Adakah ciri-ciri khusus yang bisa terlihat?
1. Menurunnya prestasi akademik anak disekolah
Pada orang dewasa, khususnya mereka yang telah menikah. Kecanduan pornografi biasanya akan membuat produktivitas seseorang mulai menurun. Hal ini karena otak terus terstimulasi dengan “konten” yang ingin mereka tonton. Begitupun pada anak dan remaja. Kecanduan pornografi biasanya akan membuat prestasi mereka disekolah mulai menurun. Karena alih-alih belajar, anak akan jauh lebih tertarik untuk mencari konten pornografi. Terlebih jika anak jarang main keluar dan lebih suka menghabiskan sebagian besar waktunya dirumah. Sebab, meskipun pemerintah melalui provider internet telah memblokir seluruh situs bermuatan negatif. Seorang yang telah kencanduan pornografi biasanya akan mulai mencari cara lain agar tetap dapat mengakses kontent tersebut.
2. Anak lebih suka menyendiri
Mereka yang kecanduan pornografi pun umumnya lebih suka menyendiri. Atau lebih tepatnya menarik diri dari kehidupan sosial. Yap, jika ingin diamati lebih jauh, mereka yang kecanduan pornografi umumnya berubah menjadi pribadi yang jauh lebih tertutup. Tak jarang mereka bahkan mulai meninggalkan hobi yang selama ini mereka gemari. Misalnya hobi bermain futsal.
3. Anak jadi lebih sulit untuk berkonsentrasi
Jika pikiran anak telah dipenuhi dengan berbagai kesenangan dan fantasy seksual dari berbagai konten yang ditontonnya. Secara tidak langsung hal ini akan mulai berdampak pada konsentrasi anak. Tak hanya disekolah. Anak bisa saja terlihat seperti tidak nyambung saat kita ajak untuk berbicara dirumah.
4. Sulit untuk melepas gadget-nya
Tak hanya itu, anak bisa saja marah atau bahkan mulai memberontak saat orang tua berusaha untuk menegur dan memintanya untuk mengurangi pemakaian gadget. Karena dari gadget itulah anak merasa mampu memperoleh kesenangan yang ia inginkan.
5. Terlihat gelisah saat diajak bepergian
Mereka yang kecanduan pornografi umumnya jauh lebih suka untuk tinggal dirumah ketimbang ikut pergi bersama keluarganya ke acara atau kegiatan tertentu. Kalaupun terpaksa harus ikut, mereka kerap kali menampakkan ekspresi gelisah atau ingin buru-buru pulang yang bisa dengan mudah dilihat oleh orang tua.
Tentu, kita tidak mungkin memantau anak selama 24 jam dalam sehari. Namun paling tidak, dari perubahan perilaku yang mudah terlihat kita bisa memperkirakan apakah anak telah terpapar dan kecanduan pornografi atau belum.
Sebab berbeda dengan adiksi lain. Mereka yang kecanduan pornografi umumnya enggan untuk mengutarakan hal ini apalagi meminta bantuan dari orang-orang disekitarnya agar dapat bebas dari pornografi.
Maka satu-satunya cara yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah mengkonsultasikan hal ini ke psikolog atau psikiater (jika adiksi dirasa sudah terlalu berat). Sebab jika terus dibiarkan, tak hanya prestasi akademiknya saja yang akan menurun. Kesehatan fisik dan mentalnya pun akan turut terdampak. Hal ini karena mereka yang kecanduan pornografi biasanya akan mengubah pola tidurnya. Sebab dimalam harilah mereka merasa jauh lebih “aman” untuk menonton konten tersebut, yakni saat orang tua sudah tertidur. Alhasil, kualitas dan kuantitas tidur mereka pun akan turut mengurang. Jika sudah begitu, anak akan jauh lebih mudah marah dan tersinggung. Bahkan lebih rentan terserang penyakit. Dan hal lain yang paling dikhawatirkan adalah anak akan mulai mencoba atau meniru adegan yang pernah ditontonnya. Dan menyebabkannya melakukan tindakan seksual.
Tingkatan adiksi pornografi
Lantas bagaimana cara mengetahui tingkat adiksi anak? Setidaknya ada beberapa level atau tingkatan adiksi yang bisa diperhatikan oleh para orang tua, yakni:
1. Level 1: Level ini merupakan tingkatan terendah, dimana anak hanya melihat konten pornografi secara tidak disengaja. Biasanya melalui iklan internet yang terpaksa dilihatnya. Dalam tingkatan ini, anak bisa dikatakan hanya terpapar dan belum sampai pada tingkatan adiksi/kecanduan.
2. Level 2: Umumnya ada 2 reaksi yang akan dilakukan anak saat secara tidak sengaja melihat konten pornografi. Yakni melupakannya begitu saja, atau justru penasaran dan mulai mencari tahu tentang hal itu. Nah, ditingkatan kedua. Anak bisa dikatakan mulai penasaran dan mencoba untuk mencari tahu. Namun hanya sebatas untuk memenuhi rasa ingin tahunya saja.
3. Level 3: Dilevel ini anak akan mulai menunjukkan perilaku kompulsif. Atau bisa dikatakan bahwa anak mulai kecanduan namun dalam tingkatan yang masih sangat ringan. Bisa dikatakan anak mungkin hanya menonton pornografi satu kali dalam sebulan.
4. Level 4: Di tingkatan ini, intensitas anak untuk melihat konten pornografi mulai meningkat menjadi beberapa kali dalam sebulan. Anak akan terlihat mulai kurang fokus pada rutinitas sehari-hari yang ia jalani.
5. Level 5: Dilevel ini anak secara sadar telah mengetahui bahwa dirinya sudah kencanduan. Ia mungkin akan mulai berusaha untuk menghentikan kebiasaan buruknya ini. Namun merasa sulit atau “tidak mampu”. Dan semakin anak berusaha untuk menghentikan kebiasaan buruknya ini. Ia justru akan merasa semakin ingin menontonnnya.
6. Level 6: Dilevel ini anak sudah masuk pada tingkatan adiksi yang cukup berat. Sebab anak mungkin saja akan mengaksesnya setiap hari. Dimana pornografi bisa saja telah cukup mempengaruhi aktivitas keseharian anak, baik disekolah, dirumah, maupun dilingkungan bermainnya.
7. Level 7: Sementara dilevel terakhir, pornografi bisa dibilang telah cukup mempengaruhi kehidupan anak. Sebab makin sering anak melihat konten pornografi, maka semakin banyak pula hormon dopamin yang dikeluarkan otak. Dimana hormon ini akan terus membanjiri prefrontal cortex yang merupakan pusat kepribadian seseorang. Itu mengapa, anak yang kencanduan pornografi biasanya akan mulai kehilangan daya imajinasinya, kurang percaya diri, sulit mengambil keputusan, hingga tidak memiliki tujuan atau cita-cita dimasa depan.
Jika anak hanya sekedar terpapar, orang tua bisa mulai memberikan edukasi seksual pada anak sesuai usianya. Misalnya dengan memberi tahu anak apa saja bahaya pornografi bagi dirinya. Dan terus jalin komunikasi yang baik dengan anak agar ia mau lebih terbuka tentang hal-hal apa saja yang tengah dialaminya. Ajak pula anak untuk melakukan aktivitas lain diluar rumah seperti berolahraga atau menonton film. Dengan begitu, kesempatan yang dimiliki anak untuk mencari tahu tentang pornografi akan terus berkurang hingga ia benar-benar merasa tidak ada waktu untuk hal itu.
Namun lagi-lagi, jika tingkat adiksi anak terbilang sudah cukup berat. Maka salah satu hal terbaik yang bisa dilakukan orang tua adalah mengkonsultasikan hal ini dengan psikolog atau psikiater. Dimana merekalah yang nantinya dapat mengurai, mulai dari penyebab hingga terapi yang cocok untuk dijalani anak agar bisa “sembuh” dari adiksi pornografi-nya ini.
Comments